Saturday, July 24, 2010

Catatan Perjalanan : Merbabu 24-25 Januari 2009

Udara dingin kian tak terasa ketika kami berjalan melintasi jalan yang dibentuk meyerupai anak tangga itu. Maklum, beban berat dan jalan menanjak membuat tubuh kami terus menerus mengeluarkan keringat. Sore itu, kami baru saja meninggalkan Dusun Wekas, sebuah kampung kecil di kaki Merbabu yang sekaligus juga menjadi pintu masuk ke Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu. Pesona alamnya yang menakjubkan serta merta menjadikan gunung yang berdiri bersebelahan dengan Gunung Merapi ini menjadi favorit pendakian di Provinsi Jawa Tengah.

Hari itu, Sabtu, 24 Januari 2009 kami berlima, Aku, Yaser, Kresna, Sonny dan Damara sedang melakukan pendakian ke Gunung Merbabu dalam rangka Pendidikan Lanjut Navigasi Gunung THA XXXVI. Sebuah kegiatan yang diadakan dalam rangka mengenalkan dan memberikan bekal pengetahuan tentang dasar dasar ilmu navigasi darat. Kegiatan ini diperuntukkan bagi angkatan XXXVI, angkatan termuda di THA yang baru sebulan yang lalu telah selesai kami diklat.

Kami berlima bertugas sebagai tim pendarat sekaligus instruktur pada kegiatan tersebut. Sedangkan peserta direncanakan akan berangkat dari Yogyakarta pada sore harinya dengan di-leader-i oleh kawan kawan dari angkatan XXXV.

Kami berangkat memulai perjalanan dari Yogyakarta pada pukul 11.30 dengan menumpang bus Jogja-Tempel. Kemudian sesampainya di Terminal Jombor, segera saja kami turun dan beralih naik ke bus jurusan Jombor- Magelang. Jalanan yang ramai dan keadaan bus yang penuh sesak membuat kami serta merta mengalami kegerahan yang luar biasa. Setelah sekitar 2 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di Terminal Magelang. Kedatangan kami segera saja disambut oleh hujan yang lumayan lebat. Di situ kami pindah ke bus jurusan Kopeng yang akan langsung mengantarkan kami ke Dusun Wekas sebagai jalur pendakian yang telah kami sepakati.

Setelah melalui longmarch yang cukup melelahkan akhirnya kami sampai juga di Basecamp Wekas. Kabut yang mengiringi kami selama perjalanan cukup membuat kami miris juga. Khawatir kalau kalau nanti malam akan terjadi badai dan hujan lebat. Setelah sejenak beristirahat dan mengurus segala macam perijinan akhirnya pada pukul 17.00 kami memulai pendakian. Kresna dipilih sebagai leader tim karena diantara kami dialah yang terakhir naik melalui jalur ini.

Pukul 20.00 kami akhirnya sampai di Pos 2. Di tempat inilah malam ini kami akan menginap dan mendirikan camp untuk kemudian bergabung dengan angkatan 35 dan 36 yang berangkat menyusul kami. Rupanya di tempat itu telah berdiri pula camp dari pendaki lain yang berasal dari UPN Veteran.

Setelah sejenak menghela nafas beristirahat, kami segera membagi tugas untuk mendirikan camp. Kresna dan Sonny mendirikan dome, Yaser memasang flysheet, Damara memasak dan Aku sendiri bertugas membuat api unggun. Tidak seberapa lama kemudian camp sudah berdiri, api telah menyala dan makanan pun telah siap. Segera saja kami melahapnya dengan tandas.

Satu jam, dua jam, tiga jam kami menunggu, kecemasan mulai muncul. Ada kekhawatiran di diri kami jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Apalagi kabut mulai turun sehingga sangat mengurangi jarak pandang. Padahal selama kami menunggu, sudah ada dua rombongan besar yang juga sampai di tempat itu. Kami bertanya tanya, dimanakah posisi mereka sekarang. Namun akhirnya kekhawatiran kami tidak terbukti. Rombongan 35 dan 36 telah datang dengan ramainya. Meskipun tampak lelah, mereka semua kelihatan sangat senang dan menikmati perjalanan. Segera saja kami instruksikan pada mereka untuk mendirikan camp dan beristirahat karena hari telah larut dan perjalanan besok masih lumayan berat.


Pagi itu, hujan yang turun tiba tiba segera saja membangunkan kami dari peraduan. Hawa dingin serasa menusuk sampai ke sungsum tulang, kabut pun mulai menyapa dengan dahsyatnya. Pukul 05.30 kami semua telah bangun dan segera memulai aktivitas di pagi itu. Ada yang memasak makanan, membongkar dome, packing, semua sibuk dengan tugasnya masing masing.

Setelah selesai sarapan, rencananya akan ada sedikit materi mengenai navigasi, namun karena jarak pandang tertutup kabut yang lumayan tebal, orientasi tidak dapat dilakukan. Pukul 08.00, setelah mengambil beberapa foto, kami berangkat meninggalkan Pos 2. Leader dipegang oleh Kadep-Wakadep 35. Kami sendiri (32 red) berada di posisi belakang. Perjalanan dilakukan menyusuri jalan setapak di tengah tengah kawasan hutan. Jalanan yang licin dan lumayan menanjak terasa cukup melelahkan kami juga.


Pukul 09.30, rombongan sampai di pertigaan tower BTS. Melihat cuaca yang lumayan cerah, segera saja mengalir instruksi untuk melakukan orientasi posisi. Namun baru beberapa menit memegang peta dan kompas, kabut kembali turun. Kali ini juga disertai oleh gerimis. Segera saja perjalanan dilanjutkan kembali. Puncak yang sudah terlihat menambah semangat kami untuk segera mencapainya.

Dengan diiringi gerimis, sekitar pukul 11.45 rombongan depan telah sampai di persimpangan puncak Syarif dan Kentengsongo. Perjalanan menuju Puncak Syarif dari persimpangan memakan waktu sekitar 10 menit. Puncak syarif yang berketinggian 3119 mdpl itu sering pula disebut sebagai Puncak Pregodalem. Kemudian perjalanan dari persimpangan menuju Puncak Kentengsongo ditempuh dalm waktu sekitar 30 menit. Perjalanan melalui punggungan punggungan dan tebing dapat kami lalui dengan melintas traverse satu persatu, melalui tanjakan terjal yang dikenal sebagai Ondorante.

Pukul 12.45, seluruh rombongan telah sampai di Puncak Kentengsongo. Cuaca yang sedari pagi terlihat mendung tiba tiba berganti menjadi sangat cerah. Di Puncak Kentengsongo, kami berstirahat cukup lama, sekitar 1 jam. Pemandangan yang sangat indah memaksa kami untuk betah memandang sekitar. Dari Puncak Kentengsongo, di balut kabut tipis terlihat siluet Gunung Lawu di timur, Merapi di selatan dan Sindoro-Sumbing-Ngandong di sisi barat.

Setelah cukup lama berisirahat, makan makanan kecil dan mengambil foto bersama, pukul 13.30 kami memulai perjalanan turun ke Ladang Edelweis. Baru beberapa menit berjalanan, cuaca kembali mendung, hujan pun mulai turun. Sesampainya di Ladang Edelweis, perut yang telah keroncongan segera memaklumatkan kami untuk berhenti dan mulai memasak makanan. Saat itu gerimis masih turun membasahi permukaan bumi. Dengan perlindungan ponco dan flysheet, kami menikmati acara makan siang itu.


Pukul 15.00, kami memulai perjalanan turun ke Basecamp melalui Jalur Selo. Jalanan yang licin dan hujan gerimis lumayan menghambat perjalanan kami. Terpeleset dan terperosok sepertinya hampir dialami oleh semua anggota rombongan. Namun, semua itu tidak menjadi masalah karena kami disuguhi oleh pesona alam yang luar biasa indahnya. Hamparan sabana, ladang edelweiss, dan bukit bukit yang menghijau seolah menyegarkan pandangan kami.

Sekitar pukul 16.30, rombongan sampai di pertigaan di bawah Tracking Inmemoriam. Kami pun mengambil jalur ke kiri untuk menghindari kemungkinan tersesat. Ketika itu rombongan terbagi menjadi dua rombongan besar, tetapi tidak begitu menjadi masalah karena kami sudah lumayan hafal Jalur Selo ini. Ditemani oleh kegelapan malam dan kesunyian hutan, pukul 19.30 seluruh rombongan telah sampai di Basecamp Selo. Karena rombongan ternyata telah ditunggu oleh bus jemputan di Polsek Selo, kamipun segera bergegas membersihkan diri untuk kemudian memulai longmarch ke tempat jemputan. Rasa lelah yang mendera kami, semakin mempercepat langkah kami, ingin segera sampai di rumah.

Pukul 22.00, bus berangkat meninggalkan Kecamatan Selo menuju ke Yogyakarta. Dan sampai di tempat tujuan, SMA 1 Yogyakarta pukul 01.00. Aku sendiri, bersama Yaser tidak ikut turun ke Yogyakarta karena kami berdua telah berencana untuk sekalian mendaki Gunung Merapi keesokan harinya.

“bukan gunung tinggi yang ingin kudaki,

bukan pula tanjakan melintang yang ingin kuterjang,
ketika logika ini tak lagi ada,
ketika intuisi tak punya arti,
ketika harapan tak jadi kenyataan,
hanya sahabat sejati yang kan selalu di hati.”

0 komentar:

Post a Comment